Bila anda mencari buku yang berisi tentang bimbingan
ibadah sehari-hari dengan bahasa yang lugas dan sederhana, maka buku “Bidayatul
Hidayah” karya Imam Ghazali wajib masuk daftar bacaan. Buku yang ditulis pada
abad ke-12 Masehi ini terbukti mampu bertahan hingga abad 21.
Kabar baiknya, buku ini sudah banyak diterjemahkan
dalam Bahasa Indonesia. Namun kali ini saya akan mengulas buku “Bidayatul
Hidayah” versi terjemahan Penerbit Al-Hidayah, oleh H. M. Fadlil Sa’id An-Nadwi
yang diberi judul “Tuntunan Mencapai Hidayah Ilahi”, terbitan 1418 H (26 tahun
lalu).
Buku setebal 212 halaman ini memiliki 3 tema
besar; Pertama, mematuhi perintah
Allah. Kedua, menjauhi larangan Allah,
dan Ketiga, pergaulan dengan sesama
manusia.
Buku ini bercorak tasawuf amali (bukan falsafi). Tentu
saya tidak perlu bercerita pada anda bagaimana kepakaran Imam Ghazali dalam
bidang tasawuf. Hampir seluruh kaum muslimin mengakui bagaimana expert-nya beliau menguasai keilmuan itu.
Konon, buku ini ditulis Imam Ghazali di puncak kematangan spiritual, yaitu di
fase-fase akhir kehidupan beliau.
Mengapa saya katakan buku ini memiliki Bahasa
lugas? Jawabannya, karena si penulis tidak bertele-tele dalam menjelaskan. Rasa-rasanya,
penulis sengaja menghindari “mubadzir” ungkapan dan lebih sering mengajak
pembaca dengan panggilan “engkau”.
“Apabila engkau hendak memakai pakaian, maka
hendaklah diniati untuk mematuhi perintah Allah” (Halaman 34, bab Tata Cara
Bangun Dari Tidur)
“Apabila engkau telah selesai bersuci, maka
kerjakanlah sholat sunnah fajar dua rakaat di dalam rumahmu kalau memang fajar
sudah terbit, sebagaimana yang telah dikerjakan oleh Rasulullah SAW”.
(Halaman 54, bab Tata Cara Pergi Ke Masjid)
Berikutnya, saya katakan buku ini memiliki bahasa sederhana
karena kedekatan bahasanya dengan kehidupan sehari-hari pembaca. Disinilah kecerdikan
sang penerjemah, H. M. Fadlil Sa’id yang mampu menjadikan buku ini nikmat
dibaca kalangan awam sekalipun.
Imam
Ghazali melalui buku ini ingin mengajak para pembaca untuk memaksimalkan waktu
sebaik mungkin. Beliau mengajak pembaca berhitung, “Ketahuilah, bahwa malam dan siang itu hanya terdiri 24 jam, maka
usahakanlah jangan sampai tidur lebih dari delapan jam. Sebab andaikata engkau
hidup berumur sampai 60 tahun, berarti engkau telah menyia-nyiakan usia selama
dua puluh tahun, sepertiga dari usiamu” (Halaman 92-93, bab Tata Cara
Tidur).
Penulis
terkadang juga memberi analogi untuk memudahkan pembaca memahami pembahasan abstrak
agar terlihat konkrit. Contohnya ketika beliau mengajak pembaca untuk menjauhi sikap
tercela “menganggap baik diri sendiri”. Di halaman 143 beliau menulis:
“Apabila engkau ingin mengetahui bahwa
pujianmu terhadap diri sendiri itu tidak dapat menambah tinggi derajatmu di
kalangan orang lain, maka perhatikanlah teman-teman yang suka memuji-muji diri
mereka di hadapanmu. Coba engkau rasakan, bagaimana perasaan hatimu memprotes
atau tidak menyukai mereka, dan betapa berat perasaanmu menerima sikap mereka,
kemudian bagaimana engkau mencaci-maki mereka atas pujian mereka terhadap diri mereka
sendiri. Maka dari itu, ketahuilah, bahwa mereka juga seperti itu ketika
mendengar engkau sedang memuji-muji dirimu dengan menceritakan kelebihan,
pangkat, dan harta kekayaan”.
Tidak lupa, Imam Ghazali selalu mewanti-wanti
pembaca agar waspada terhadap ilmu yang tidak bermanfaat, menuntut ilmu demi tendensi
duniawi, dan bergaul dengan ulama su’ (ulama yang buruk). Ketiga pembahasan
ini, hampir selalu ditemui di setiap bab.
Di
penghujung pembahasan buku, penulis memaparkan poin-poin -kadang disertai
penjelasan singkat- tentang cara bergaul dengan Allah dan manusia, diantaranya:
sopan santun seorang hamba kepada Allah (16 poin) sopan santun seorang guru (19
poin), sopan santun seorang murid (12 poin), sopan santun seorang anak kepada
orang tua (12 poin), sopan santun dengan orang baru (5 poin), sopan santun
dengan sahabat dekat (23 poin), dan sopan santun dalam berkenalan.
Menurut saya pribadi, buku ini sangat
komplit untuk memenuhi dahaga pembaca akan ilmu dan amal. Anda tidak hanya mendapat
pengetahuan tentang akhlak, tapi juga akidah dan hukum. Tidak hanya tata cara
beribadah kepada Allah, tapi juga cara bergaul dengan manusia. Sejauh ini, buku
ini tidak pernah mengecewakan saya meski telah khatam berkali-kali. []